Perspektiflampung.com-Pembangunan bidang kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan bahwa pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat.
Untuk mendukung program nasional itu, maka pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Lampung Timur ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Lampung Timur Syamsurijal menjelaskan, derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok maupun masyarakat yang digambarkan dengan Angka Harapan Hidup (AHH), mortalitas, morbiditas dan status gizi.
Dilanjutkan, di bawah kepemimpinan Bupati Chusnunia dan Wakil Bupati Zaiful Bokhari derajat kesehatan di Kabupaten Lampung Timur telah menunjukkan peningkatan. Hal itu terlihat dari peningkatan angka harapan hidup dari 69,92 tahun di tahun 2016 menjadi 70,11 tahun di tahun 2017 atau meningkat 0,19 point.
Selanjutnya, kasus kematian ibu juga mengalami penurunan dari 14 kasus di tahun 2017 menjadi 8 kasus di tahun 2018. Begitu juga kasus kematian bayi turun dari 82 kasus di tahun 2017 menjadi 38 kasus kematian bayi di tahun 2018. “Keberhasilan penurunan kasus kematian ibu dan bayi di Lampung Timur tersebut juga tidak terlepas dari berbagai inovasi program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan beserta tim Puskesmas dan jaringannya,”jelas Syamsurijal.
Selain penurunan kasus kematian ibu dan bayi, Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur juga telah berhasil menurunkan kasus gizi buruk, dimana berdasarkan data pada tahun 2016 kasus gizi buruk berjumlah 18 kasus, pada tahun 2017 berjumlah 14 kasus, sedangkan pada tahun 2018 hanya ditemukan 4 kasus gizi buruk. Ke empat kasus gizi buruk yang ditemukan tersebut semuanya (100%) telah ditatalaksana sesuai dengan standar, sehingga 3 (tiga) kasus gizi buruk saat ini telah bergeser status gizinya menjadi bukan gizi buruk, sedangkan 1 kasus gizi buruk lainnya dalam proses intervensi karena mempunyai penyakit penyerta yaitu penyakit paru dan jantung. (adv)