Perspektiflampung.com-Dalam rangka penguatan komitmen terhadap digitalisasi transaksi untuk mewujudkan Metro sebagai cashless society, Pemerintah Kota Metro menggelar Forum Group Discussion (FGD) dan Capacity Building Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) yang dihadiri oleh Kepala BPPRD dan Bapenda dari kabupaten/kota se-Provinsi Lampung, berlangsung di Hotel Aidia Grande, Selasa (27/02/2024).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Junanto Herdiyawan menjelaskan,salah satu cara mendorong pertumbuhan ekonomi ini adalah dengan digitalisasi. “Ini adalah cara yang cepat mendorong pertumbuhan ekonomi karena jika uang beredarnya cepat berarti perekonomiannya sehat, karena digitalisasi itu memperlancar peredaran uang, semakin mudah, semakin cepat, semakin murah maka semakin aman,” kata Junanto Herdiyawan.
Ia juga mengatakan, Bank Indonesia mempunyai konsen untuk mendorong pembayaran secara non tunai karena perputaran uang nya lebih cepat dibandingkan penggunaan uang fisik, serta mempercepat pembangunan ekonomi dan pendapatan daerah melalui elektronifikasi. Indeks elektronifikasi pemerintah daerah pada semester II tahun 2023 secara umum sudah menggembirakan karena hasilnya mengalami peningkatan. “Jadi jumlah pemda digital di seluruh Indonesia sudah mencapai 449 pemda. Dari 542 pemda sama dengan 82 persen pemda itu sudah digital. Ini didorong oleh elektronifikasi jenis transaksi pendapatan dan belanja penyediaan alat pembayaran non tunai,” lanjutnya.
Untuk di pulau Sumatera, sebanyak 154 pemda telah berstatus digital di Provinsi Lampung, dari 16 pemda, 15 pemda di antaranya sudah berstatus digital dan berdasarkan indeks semester II tahun 2023, pemda digital di Provinsi Lampung telah melampaui nilai 90 persen. “Sedangkan penerapan ETPD, diharapkan akan memperbaiki pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah menjadi lebih efisien, transparan, serta akuntabel, dan pada akhirnya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” imbuhnya.
Bangkit juga mengatakan tentang kepuasan pelanggan, maka kualitas produk dan kualitas pelayanan menjadi 2 (dua) hal fokus utama yang akan melahirkan keuntungan, dalam hal ini Pendapatan Daerah. Meskipun dalam operasionalnya, Pemerintah Daerah tetap memegang prinsip pelayanan publik dimana dukungan anggaran akan tetap dioptimalkan untuk memberikan pelayanan terbaik.
“Banyak hal yang terabaikan dalam pengelolaan retribusi Daerah selama ini. Pertama, dukungan operasional pelayanan yang masih sering di- anaktiri-kan oleh Kepala OPD. Akibatnya, infrastruktur pelayanan dalam kondisi tidak baik. Anggaran perawatan sangat minim yang berakibat biaya operasional yang tidak dapat dipenuhi melalui penerimaan retribusi. Ini kenyataan di lapangan yang kita tidak bisa menutup mata,” kata Bangkit Haryo Utomo.
Kedua, peningkatan kapasitas aparatur pengelola yang sangat minim sekali bahkan cenderung tidak ada. Padahal Retribusi Daerah merupakan bagian dari pelayanan publik yang harus dihadirkan oleh aparatur-aparatur yang kompeten. Satu hal yang kita lupa adalah pelayanan Retribusi daerah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Harapannya sistem elektronifikasi retribusi daerah dapat mendorong pengelolaan retribusi secara profesional. Tidak hanya dari sisi transaksi yang lebih akuntabel tetapi juga sistem pelayanan yang baik,” ungkapnya. (ga)