Sungguh luar biasa membicarakan sosok seorang guru dimata dunia, dimata orang-orang sukses, dimata orang-orang pandai, karena mereka pasti sepakat bahwa tak ada pahlawan yang lebih berjasa bagi mereka selain guru. Tema menarik untuk menghargai profesi pengajar dan tenaga kependidikan yang telah mengabdi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Melihat seorang guru bagaikan melihat sebuah masa depan cerah yang telah terpampang dan menjanjikan untuk dunia ini. Ingatkah kita ketika Negara Jepang pernah terpuruk dengan hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima oleh serangan bom Amerika? Jepang saat itu lumpuh total, korban meninggal mencapai jutaan, bangunan gedung mewah hangus bagaikan padang pasir putih yang mengkilau di pinggir pantai tanpa halangan apapun, efek radiasi bom yang diperkirakan membutuhkan 50 tahun lamanya untuk menghilangkan semuanya. Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderalnya yang masih hidup dan menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?“
Para jenderalnya pun bingung mendengar pertanyaan Kaisar Hirohito dan menegaskan kepada Kaisar bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi Kaisar walau tanpa guru. Namun, Kaisar Hirohito kembali berkata, “Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan.
Cerita diatas mengajarkan dan dijadikan sebagai renungan kita bersama terutama para guru, apakah guru-guru yang dimiliki bangsa ini merupakan guru-guru yang pantas dibanggakan sebagaimana guru-guru Jepang yang dibanggakan Kaisar Hirohito pada tahun 1945 silam? Oleh karena itu, guru perlu dihargai karya pengabdiannya.
Di Indonesia kebangkitan bangsa dari kemuliaan para guru itu telah tampak semenjak awal kemerdekaan seperti kiprah tokoh-tokoh yang tergabung dalam organisasi Budi Utomo atau tercermin pada sosok Ki Hajar Dewantara. Bahkan di era sekarang, kebangkitan itu muncul dengan potensi lebih besar lagi dibandingkan dengan sekedar kisah kebangkitan bangsa Jepang diatas.
Keyakinan ini bermula dari dicetuskannya wacana pemindahan pusat pemerintahan negara dari Jakarta oleh beberapa kepala negara termasuk presiden Sukarno, hingga keberanian kepala negara untuk memutuskan memindahkan ibukota negara dari Jakarta, baru-baru ini. Keputusan presiden itu sontak disambut antusias oleh berbagai tokoh masyarakat berbagai bidang yang dipelopori diantaranya para guru besar hingga para rektor yang notabene tenaga pendidik yang memilih mengabdi di Provinsi Lampung. Mereka dengan penuh keyakinan dan semangat mengajukan langsung proposal hasil kajian ilmiahnya. Saya melihat kesungguhan para pengajar ini, mereka mantap mengusulkan Provinsi Lampung sebagai daerah khusus ibukota negara pengganti Jakarta.
Saya tidak akan lagi mengupas tentang se ilmiah apa hasil kajian mereka, sebab saya tidak menemukan satu hal pun yang meragukan kompetensi mereka.
Di Lampung, secara umum kestabilan keempat unsur alam sangat mendukung (air, api, tanah dan udara) selain juga jarak yang cukup dekat dengan Jakarta. Bagaimanapun pusat pemerintahan negara yang baru tidak bisa jauh dari Jakarta karena historia perjalanan bangsa tersimpan didalamnya. Dukungan alam, sarana dan prasarana serta sumber daya manusianya pun sudah mumpuni, negara tinggal segera menentukan pilihannya. Dengan diinisiatori langsung akademisi para pencetak SDM dibalik semua upaya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun mempertahankan kajiannya, adalah nilai lebih dari harapan itu. Inikah “feeling” yang sedang dicari kepala negara? Tepat.
Sejarah kebangkitan bangsa Jepang, membuktikan jika kebesaran sebuah bangsa takkan pernah lahir dan takkan pernah siap untuk membangun peradaban tanpa campur tangan seorang pendidik. Dengan ketulusannya dalam mengajar, membimbing, melatih anak-anak bangsanya untuk menjadi teladan terbebas dari kebodohan, menuju sebuah keberhasilan.
Semoga, firasat Presiden adalah harapan yang sedang kita jemput bersama. Harapan atas tegaknya pusat pemerintahan negara kesatuan republik Indonesia yang tidak hanya monumental dalam upaya negara membangun peradaban tetapi bersama campur tangan para ilmuwannya terdedikasi sebagai cikal bakal pusat peradaban dunia. Karya besar anak bangsa itu laik mengagung di Kawasan Timur Lampung. Alasan terpenuhinya harapan mulia tersebut sangat mendasar, kajian mendalam oleh para ahli sesuai keilmuannya serta tidak ada unsur kepentingan politik tertentu didalamnya. (*)
Oleh: Junaidi Ismail*)
Wartawan Utama
Owner Mediafaktanews.co