Selamat Datang 03!
OLEH : M. Wahid Setio Budi, S.E*
Berawal dari ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam pasal 222, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, bagi partai politik yang tidak mencukupi ambang batas 25 persen suara sah nasional, harus berkoalisi untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu tahun 2019. Tak ada partai politik yang bisa mengusung pasangan sendirian, demikian juga tak ada potensi banyak calon yang bisa diusung. Menilik hasil perolehan suara sah nasional 10 parpol dalam pemilu 2014, peraih suara tertinggi adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan 18,95% dan masih di bawah 25 persen.
Suka tidak suka, pada akhirnya, peta koalisi Pemilu 2019 hanya menyuguhkan dua paslon dengan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin didukungan oleh PDI Perjuangan, NASDEM, HANURA, GOLKAR, PKB, PPP, PKPI serta didukung partai baru PSI dan PERINDO. Sedangkan di nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno didukung oleh GERINDRA, PKS, PAN, BERKARYA, DEMOKRAT.
Konsekwensi atas dua pasangan calon ini segera berimplikasi pada dua kubu besar yang ‘berseteru’ sepanjang masa kampanye. Politik identitas mengemuka. Isu-isu terorisme, sparatis hingga kedaulatan sebagai bangsa meletup-letup bagai meriam. Terlebih setelah KPU mengumumkan perolehan suara pada dini hari, 21 Mei 2019. Iklim politik di negeri ini terasa makin membara. Caci-maki, saling serang, bahkan pengerahan masa, menjadi jalan menunjukan ekspresi yang mengkhawatirkan. Beruntung semua menjadi reda pasca Paslon 02 mengambil sikap konstitusional dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Proses sidang berjalan, argumen dan pendapat beradu. Dan pada 27 Juni 2019, dengan segala otoritasnya, MK menolak seluruh gugatan pihak penggugat 02 atas nama Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sempat kembali terjadi riak-riak kecil, namun kemudian semua normal kembali.
Maka demikianlah demorasi kita. Uraian di atas hanya pengantar semacam renungan sebagai kajian terkait Pemilu mendatang bahwa, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang semakin besar itu, justeru kian mengecilkan peluang para kader terbaik bangsa menuju istana. Padahal, semakin banyak calon sesungguhnya alternatif untuk memilih yang terbaik juga menjadi sangat besar. Dalam konteks Pemilu serentak 2019, persoalan yang mencuat juga tidak melulu soal calon dan ambang batas. Keserentakan pemilu dengan memilih lima surat suara juga telah menyisakan permasalahan serius dengan meninggalnya ratusan penyelenggara pemilu di seluruh negeri. Maksud efisiensi anggaran yang semula dirancang, ibarat pepatah, jauh panggang dari api. Para pengamat bahkan menyebut Pemilu kali ini sebagai Pemilu terboros dan paling tragis sepanjang sejarah Republik Indonesia. Artinya, penyelenggaraan pesta lima tahunan kali ini, secara kasat, memang masih memiliki banyak ruang untuk dievaluasi.
Sebagai referensi presidential threshold Pemilu ke depan, mungkin bisa diamati perolehan suara sah nasional Pemilu Legislatif tahun 2019 yang bersumber dari laman resmi KPU yakni: PDIP 27.053.961, 127 kursi (19,33%), GERINDRA 17.594.839 dengan 79 kursi (12,57%), GOLKAR 17.229.789 dengan 84 kursi (12,31%), PKB 13.570.097 dengan 59 (9,69%), NASDEM 12.661.792 dengan 58 kursi (9,05%), PKS 11.493.663 dengan 49 kursi (8,21%), DEMOKRAT 10.876.507 dengan 55 kursi (7,77%), PAN 572.623 dengan 47 kursi (6,84%), PPP 6.323.147 dengan 17 kursi (4,52%).
Selanjutnya menurut pasal 414 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, partai Politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam perolehan kursi anggota DPR. Karena itu, partai-partai semisal PERINDO dengan 3.738.320 atau 2,67%, BERKARYA dengan suara 2.929.495 atau 2,09%, PSI 2.650.361 atau 1,89%, HANURA 2.161.507 dengan 1,54%, PBB 1.099.848 0,79%, Partai GARUDA 702.536 atau 0,50%, dan PKPI 312.765 dengan prosentase 0,22%. Partai-partai ‘gurem’ ini, hampir bisa dipastikan, tak akan ada lagi keberadaannya pada Pemilu mendatang.
Saatnya kembali mempersiapkan diri untuk Pemilu berikutnya yang semoga saja, saat nanti dilaksanakan, tak lagi menyisakan perpecahan dan seteru atau ancaman disintegrasi. Seteru 01 dan 02 sudah usai. Saatnya kita kembali pada kemenangan yang sesungguhnya yakni kemenangan 03: persatuan Indonesia!
Selamat datang 03!
*Penulis adalah Eks Komisioner Panwaslu Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, 2019.