Minggu, Oktober 6, 2024
Beranda OPINI Pelaksanaan Pilkada 2020 di Masa Pandem

Pelaksanaan Pilkada 2020 di Masa Pandem

Pelaksanaan Pilkada 2020 di Masa Pandemi

Yogi Setiawan *

Mahasiswa Sampoerna University

Pemilihan kepala daeah serentak tahun 2020 akan di laksanakan 9 desember 2020 mendatang. Sebanyak 270 daerah akan menggelar pilkada, yang mana kepala daerahnya akan berakhir masa jabatan. Untuk pelaksanaan pilkada serentak, penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) telah menyiapkan regulasi penyelenggaraan yang mana sempat tertunda akibat musibah nasional non alam.

Dimasa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), KPU telah melakukan beberapa kali perubahan regulasi dari tahapan dan jadwal serta pelaksanaan Pilkada dimasa pandemi. Untuk pelaksanaan Pilkada dimasa pandemi, KPU dan Bawaslu telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan DPR RI. Hasil koordinasi tersebut dan sepakati pilkada 2020 yang semula akan digelar pada 23 september 2020 diundur pelaksanaannya pada 9 desember 2020. Dalam kesepakatan tersebut selain menyepakati waktu pelaksanaan, juga disepakti penerapan protokol kesehatan demi keselamatan masyarakat dan penyelenggara.

Untuk memenihi protokol kesehatan, anggaran Pilkada yang semula sudah disepakatai antara KPU dan Pemerintah Daerah menjadi kendala karena harus menyediakan sarana protokol kesehatan. Dibeberapa daerah, ada daerah yang bersedia menambahkan anggaran untuk protokol kesehatan ada yang tidak.

Penerapan Protokol Kesehatan

Yang menjadi catatan penting pada pelaksanaan pilkada 2020 adalah tentang penerapan protokol kesehatan. Harus adanya jaminan keamanan jiwa dan kesehatan di semua tempat pemungutan suara agar tidak menjadi cluster baru yang masif di penyelenggaraan pemilu 2020. Jangan sampai karena kurangnya sosialisasi dan kekhawatiran masyarakat untuk datang ke TPS menjadikan mereka untuk tidak memberikan suaranya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan bahwa perlindungan keamanan jiwa dan kesehatan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu 2020 menjadi hal yang utama. Serta Bawaslu menambahkan bahwa penyediaan alat pelindung diri dan alat protokol kesehatan lainnya seperti masker, sarung tangan dan hand sanitizer merupakan hal yang wajib dalam Pilkada di masa pandemi.

Dikutip dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), anggaran untuk pilkada terkait yang dibutuhkan senilai Rp. 14 triliun dari APBD 270 daerah dan harus ada tambahan anggaran Rp 4,7 triliun untuk penyediaan protokol kesehatan. KPU juga membutuhkan tambahan anggaran untuk penerapan protokol kesehatan. Kebutuhan anggaran protokol kesehatan dimaksudkan untuk penyediaan alat pelindung diri, masker, penutup wajah, sarung tangan, handsanitaiser, pengukur suhu badan.

Selain itu, perbedaan karakter penyebaran virus corona di Indonesia juga menjadi pertimbangan dalam menerapkan protokol kesehatan dalam Pilkada. Hal ini untuk mencegah terjadinya cluster baru penyebaran Covid-19 di Indonesia. Bahkan dalam hal-hal tertentu, KPU menerapkan metode daring dalam pelaksanaan kegiatan pilkada seperti pelatihan, bimbingan teknis bagi penyelenggara.

Dalam masa kampanye sesuai dengan peraturan KPU, pelaksanaan kampanye masih dibatasi jumlah peserta. Sesuai dengan petunjuk dari Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid-19 belum memperkenankan kegiatan yang melibatkan orang banyak. Upaya ini merupakan salah satu bentuk pencegahan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Dengan metode dan pola yang diterapkan, timbul berbagai masalah baru, seperti kurangnya pemahanan penyelenggara dalam penggunaan perangkat, kendala jaringan, termasuk pada masa kampanye. Permasalahan-permasalahan yang timbul menjadi sebuah persoalan baru yang harus segera di selesaikan.

Kampanye dengan system online menjadi kendala bagi peserta pemilihan, dimana dalam setiap pelaksanaan kampanye harus dibatasi. Metode ini terkesan membatasi peserta pemilihan dalam upaya menggalang masa untuk meyakinkan masa mendukung dan memilih pasangan calon.

Dengan pola ini juga, akan menambah cost politik peserta pemilu. Biaya kampanye semakin besar, waktu yang di butuhkan semakin banyak. Jika dalam situasi normal, kampanye di suatu tempat dapat mengumpulkan ribuan masa, dimasa pandemi untuk menghadirkan ribuan pendukung harus dibutuhkan banyak tempat dan memakan waktu.

Belum lagi disaat pemungutan suara, kekhawatiran masyarakat akibat virus corona juga akan berdampak pada tingkat kehadiran pemilih di setiap TPS. Meski untuk mencegah kerumunan masa di TPS, KPU telah menerapkan tidak lebih 500 pemilih di setiap TPS. Petugas TPS diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan protokol kesehatan.

Rendahnya tingkat kehadiran pemilih ke TPS akan menjadi penilaian sukses atau tidaknya penyelenggaraan. Ini perlu menjadi perhatian, karena biaya penyelenggaraan yang digunakan cukup besar, akankan sebanding dengan keberhasilan pelaksanaan pemilihan.

Banyak faktor yang menentukan masyarakat dalam memberikan hak suara mereka. Ada yang datang dari kehendak dan pilihan mereka sendiri. Ada pula karena kondisi yang membuat mereka golput. Dikutip dari KPU daerah Lampung, sebanyak 1.707.747 masyarakat yang memilih golput pada pilkada gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung pada 27 Juni 2018 lalu. Dengan jumlah yang banyak ini, tentunya menjadi tantangan juga untuk KPU dalam meyakinkan masyarakat untuk tidak golput dalam memberikan hak suara.

Hal ini seharusnya dimanfaatkan oleh KPU untuk meningkatkan sosialisasi pentingnya memberikan hak suara pada pelaksanaan pemilu kepada masyarakat. Seperti memberi pengetahuan tentang dampak mengikuti pemilihan kepala daerah terhadapnya hak dan kewajiban masyarakat menjadi seimbang.

Kerawanan Pelanggaran Pemilu

Politik uang masih menjadi ancaman besar pada penyelenggaraan Pilkada 2020. Adanya politik uang berkedok bansos. Pada pilkada 2018 dan Pemilu 2019, terjadi peningkatan dari 22 kasus pada pilkada 2018 menjadi 82 kasus pada Pemilu 2019. Data ini dikutip dari pengadilan mengenai putusan praktik politik uang di pemilu. Sebagai kekhawatiran di tahun ini, politik uang bisa lebih parah dari sebelumnya.

Pelaksanaan pilkada 2020 menjadi dilema karena dilaksanakan di era pandemi virus corona. Mekanisme dan regulasi yang berbeda dibandingkan dengan pilkadan dalam situasi normal dikhawatirkan untuk membuka peluang kecurangan pada pelaksanaan pilkada tahun ini. Disisi lain, konsistensi demokrasi Indonesia harus tetap ditegakan dengan mengedepankan keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Pilkada 2020 tetap harus dilaksanakan sebagai konsekwensi dari undang-undang. Berbagai persoalan dan kemungkinan terjadinya pelanggaran harus dapat dicegah. Penerapan protokol kesehatan menjadi penting untuk keselamatan. )*



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Most Popular

Recent Comments