Perspektiflampung.com (Lampung Timur) – Produksi buah kakao di Provinsi Lampung terbesar ke 3 di Indonesia, namun nilai ekspor kakao Lampung masih sangat rendah.
Dalam menggali potensi kakao di Lampung, Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung melakukan bimbingan teknis akselerasi ekspor kakao di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan (P4) Swadaya Baitu Cocoa di Desa Banjar Agung Kecamatan Sekampung Udik, Rabu (10/8/2022).
Kasub Kordinator Karantina Tumbuhan Balai Karantina Bandar Lampung Irsan Nuhantoro menjelaskan, Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi kakao. Potensi lahan kakao mencapai 12 ribu hektar.
“Balai karantina Pertanian Bandar Lampung melihat potensi ekspor di kabupaten kota di Lampung, Lampung Timur memiliki potensi besar untuk kakao,” kata Irsan Nuhantoro.
Sebagai upaya peningkatan ekspor kakao, Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung melakukan bimbingan teknis kepada petani kakao di Kecamatan Sekampung Udik sehingga kakao yang dihasilkan memenuhi standar ekspor.
Dikatakan Irsan Nuhantoro, ekspor kakao yang tercatat di Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung tahun 2020 hanya 50 ton per tahun, tahun 2021 hanya 7 kg sedangkan tahun 2022 meningkat menjadi 1.450 ton. “Potensi ekspor kalau mencapai ratusan ribu ton, peluang ekspor terbuka lebar,” tambah Irsan Nuhantoro.
Untuk masuk ke pasar ekspor, Balai Karantina Pertanian Bandar Lampung melakukan pembinaan dan bimbingan kepada petani agar hasil kakao memenuhi standar ekspor. “Selisih harga asalan dengan olahan cukup besar,” kata Irsan Nuhantoro.
Saat ini, produksi kakao dan kwalitas sudah ada, tinggal meningkatkan kontinyu, sehingga dapat memenuhi dan meningkatkan ekspor kakao.
Upaya meningkatkan kontiyuitas, Balai Karantina Pertanian melakukan bimbingan kepada petani kakao agar dapat memenuhi kebutuhan negara tujuan ekspor. “Syarat ekspor kemanan pangan dan higienis, kalau kita melihat cara pengolahan sudah cukup baik dan harus kontiyu,” kata Irsan Nuhantoro.
Sementara, Reswanto selaku ketua P4S Baitul Cocok mengatakan, untuk menghasilkan buah kakao yang baik berasal dari benih tanaman yang baik. Untuk pengolahan kakao sangat sederhana.
“Untuk pasar kakao saat ini sudah ada, namun bagaimana kita dapat memenuhi standar yang diinginkan,” ujar Reswanto.
Harga kakao untuk jenis premium lebih cenderung stabil. Harga kakao basah kisaran Rp 12 ribu per kg, sedangkan untuk premium mencapai Rp 50 ribu. “Untuk setiap 100 kg kakao basah akan menghasilkan 35 kg kakao premium,” kata Reswanto.
Sementara Solihin salah seorang petani kakao mengharapkan adanya bantuan bibit kakao yang baik agar dapat menunjang produksi kakao.
“Kendala saat ini banyak yang terkena penyakit busuk buah, bila ada bantuan diharapkan adanya pendampingan dalam melakukan perawatan tanaman,” ujar Solihin. (Fri)